tentang
kekerabatan (kekeluargaan)
Kata family berasal dari bahasa Belanda
dan Inggris yang sudah umum dipakai
dalam bahasa Indoneisa seh Dalam antropologi sistem kekerabatan termasuk keturunan
dan pernikahan (melalui hubungan darah atau dengan melalui hubungan status
perkawinan).
Pengertian bahwa seseorang dinyatakan
sebagai kerabat bila ia memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang
lainnya, contoh kongkrit dari hubungan darah ialah kakak-adik sekandung.[1][ingga dapatlah
dikatakan ia Hubungan melalui perkawinan
adalah bila seseorang menikah dengan saudaranya, maka ia menjadi kerabat akan
seseorang yang dikawini oleh saudaranya itu, contoh kongkrit dari hubungan
perkawinan ialah adik ipar atau kakak ipar bibi, dari adik ibu.telah diindonesianisasi. Dalam
kekerabatan ada yang namanya ikatan antara anggota keluarga yaitu terdiri atas:
1)
Ikatan antara
pasangan yang kawin yaitu laki-istri
2)
Ikatan antara
pasangan yang kawin dan anak-anaknya yaitu hubungan orangtua anak
3)
Ikatan antara
anak-anak dari pasangan yang kawin, yaitu hubungan saudara
Ikatan ini sebagian besar ditentukan
oleh kebudayaan masing-masing, sekalipun d
Sistem Kekerabatan di Suku Jawa
Di
dalam rumusan masalah ada permasalahan yaitu tentang bagaimana system
kekerabatan Suku Jawa. Dalam system kekerabatan Jawa keturunan dari Ibu dan
Ayah dianggap sama hak nya, dan warisan anak perempuan sama dengan warisan
laki-laki tetapi, berbeda dengan banyak suku bangsa yang lain, yang ada
Indonesia. Misalnya, dengan suku-suku Batak di Sumatra Utara, masyarakat jawa
tidak mengenal system marga. Susunan kekerabatan suku jawa berdasarkan pada
keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut Bilateral atau Parental yang
menunjukan system penggolongan menurut angkatan-angkatan. Walaupun hubungan
kekerabatan di luar keluarga inti tidak begitu ketat aturannya, namun bagi
orang jawa hubungan dengan keluarga jauh adalah tetap penting.
Masyarakat
Jawa dalam hal perkawinana melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian
acara perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, mencangkup
- Nontoni; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
- Nglamar (meminang); Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
- Paningset ; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cin-cin kawin.
- Pasok Tukon ; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
- Pingitan ; Calon istri tidak diper4bolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.
- Tarub ; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.
- Siraman ; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
- Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.
- Temon (Panggih manten); Saat pertemuan pengantin pria dengan wanita.
- Ngunduh Mantu (ngunduh temanten) ; Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria.
Jika
di dalam perkawinan ada masalah antara suami istri maka dapat dilakukan
"Pegatan" (Perceraian). Jika istri menjatuhkan cerai di sebut
"talak" sedangkan istri meminta cerai kepada suami di sebut
"talik". Jika keinginan isteri tidak di kabulkan oleh suami istri
mengajukan ke pengadilan maka di sebut "rapak". Jika ingin kembali
lagi jenjang waktunya mereka rukun kembali adalah 100 hari di namakan
"Rujuk" jika lebih dari 100 hari dinamakan "balen"
(kembali). Setelah cerai seorang janda boleh menikah dengan yang lain setelah
"masa Iddah".
Ada
bentuk perkawinan lain yaitu :
Perkawinan
Magang
Perkawinan
triman
Perkawinan
unggah unggahi
Perkawinan
paksa
ISTILAH
KEKERABATAN ORANG JAWA BERDASARKAN PERKAWINAN
Morosepuh
Morosepuh Ibu Bapak
Pripeyan
Ipe Pripeyan Ipe Ipe Garwo Ego (saya) Ipe
Besan
Besan
Keterangan:
=
Laki-laki
=
Perempuan
=
Kawin Mantu Anak-anak Mantu
=
Saudara Sekandung
=
Keturunan
Fungsi Ideal KekerabatanSistem kekrabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak saudulur (kindred). Khusus di daerah Yogyakarta bentuk kerabat disebut alur waris (sistem trah), yang terdiri dari enam sampai tujuh generasi.
1.
Dari
sistem kekerabatan ini maka: eorang ego mempunyai dua orang kakek dan dua orang
nenek.
2.
Suku Jawa
mengenal keluarga luas (kindred).
3.
Hak dan
kedudukan anak laki-laki dan perempuan sama, dimata hukum.
4.
Adat
setelah menikah adalah Neolokal.
5.
Perkawinannya
bersifat Eksogami, meskipun ada yang melakukan perkawinan Cross Cousin.
6.
Perkawinan
yang dilarang antara lain:
a. perkawinan dengan saudara sekandung (incest taboo).b. perkawinan pancer lanang (perkawinan antara anak-anak dari dua orang tua yang bersaudara laki-laki.
c. Kawin lari.
- Suku Jawa mengenal (diijinkan):
a. Perkawinan Ngarang Wulu yaitu
perkawinan duda dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal
(sororat).
Dalam kehidupan sehari-hari,
istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang didalam kelompok
kerabatnya adalah sebagai berikut.
a. Ego menyebut orang tua laki-laki
dengan Bapak atau Rama.
b. Ego menyebut orang tua perempuan
dengan Simbok atau Biyung.
c. Ego menyebut kakak laki-laki
dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang.
d. Ego menyebut kakak perempuan
dengan Mbak Yu, Mbak, Yu.
e. Ego menyebut adik laki-laki
dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le.
f. Ego menyebut adik perempuan
dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok.
g. Ego menyebut kakak laki-laki dari
ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa.
h. Ego menyebut kakak perempuan dari
ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa.
i. Ego menyebut adik laki-laki dar
ri ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik.j. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik.
k. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua. Sebaliknya Ego akan disebut Putu.
l. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut.
m. Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego akan disebut Putu Canggah, Canggah.
Di Yogyakarta tata cara sopan santun pergaulan seperti diatas berlaku diantara kelompok kerabat (kinship behavior). Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan dengan istilah tersebut diatas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasehat kaum muda. Melanggar semua perintah dan nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut dengan kuwalat.
B. Fungsi Aktual Kekerabatan
Dalam masyarakat Jawa, adanya istilah kindred (keluarga luas) menunjukkan arti penting dalam kebersamaan keluarga luas. Namun, dalam kehidupan keluarga saya, masing-masing anggota keluarga lebih fokus terhadap keluarga intinya, namun hal itu tidak memutus tali silahturahmi antar anggota keluarga luas, walaupun memang frekuensi silahturahmi tersebut jarang.
Selain itu, sebutan atau panggilan yang menunjukkan kekerabatan keluarga sedikit demi sedikit telah terkikis. Sebagai contoh, dalam keluarga saya dalam memanggil orang tua perempuan (ibu) tidak dengan panggilan “simbok” atau “biyung”, namun dengan panggilan “mama”. Begitu pula dalam memanggil adik laki-laki dari ayah atau ibu, keluarga saya menggunakan panggilan “oom” dan panggilan untuk adik perempuan dari ayah atau ibu adalah “tante”.
Dalam hal melanggar perintah dan nasihat orang tua di masyarakat Jawa juga mulai tergeser nilainya. Bukan berarti melanggar perintah dan nasihat orang tua itu mulai diperbolehkan, namun maksud dari pergeseran tersebut adalah pergeseran pola pikir yang tadinya sikap menaati perintah dan nasihat orang tua adalah untuk menghindari “kuwalat“, namun sekarang karena menghindari timbulnya dosa dan sebagai sikap hormat terhadap orang yang lebih tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar