Kamis, 06 Juni 2013

'URF/ADAT KEBIASAAN



‘URF
A.    PENGERTIAN  ‘URF



Arti ‘urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat ‘urf ini sering disebut sebagai adat.

 Sedangkan secara istilah, seperti dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, ‘urf  berarti: Sesuatu yang tidak asing lagi bagi sauatu masyarakat karena sudah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.

Dengan demikian ‘urf itu mencakup sikap saling pengertian diantara manusia atas perbedaan tingkatan  diantara mereka, baik keumumannya ataupun kekhususannya.
A.  

  MACAM-MACAM ‘URF

‘Urf terbagi dari dua macam, yaitu ‘urf shahih dan ‘urf fasid (rusak). ‘Urf shahih adalah sesuatu yang telah  saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang wajib.


Contoh:
Ø  kebiasaan masyarakat yang melakukan transaksi istisna’i.
Sedangkan ‘urf fasid adalah  sesuatu yang telah dikenal oleh manusia, tetapi bertentangan dengan syara’, atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.

Contoh:
Ø  Adanya saling pengertian diantara manusia tentang  beberapa perbuatan munkar yang telah menjadi tradisi pada sebagian masyarakat

Ditinjau dari segi yang biasa dilakukan, ‘urf terbagi dua macam yaitu:
a.      ‘Urf Qauli: yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-kata atau ucapan.

Contoh:
Ø  kata waladun, secara etimologi artinya ‘’anak’’ yang digunakan untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
b.       
‘Urf Fi’li: yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan.

Contoh:
Ø  Adanya saling pengertian diantara manusia tentang kebiasaan yang berlaku di masyarakat tentang jual beli tanpa mengucapkan sighat.

Ditinjau dari ruang lingkup penggunaannya, ‘urf terbagi kepada dua macam yaitu:
a.       Adat atau ‘urf umum yaitu kebiasaan  yang telah umum berlaku dimana-mana hampir di seluruh penjuru dunia, tanpa memandang negara, bangsa, dan agama.

Contoh:
Ø  Menganggukan kepala tanda menyetujui dan menggelengkan kepala tanda menolak atau menidakkan.
b.      Adat atau ‘urf khusus, yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang ditempat tertentu atau pada waktu tertentu, tidak berlaku disemua tempat dan disembarang waktu. 

Contoh:

Ø  Bagi masyarakat tertentu penggunaan kata “budak” untuk anak-anak dianggap menghina, karena kata itu hanya terpakai untuk hamba sahaya, tetapi bagi masyarakat lainnya kata “budak” bisa digunakan untuk anak-anak.

B.     HUKUM ‘URF

Hukum ‘urf shahih .
           
 Telah disepakati bahwa memelihara ‘urf shahih itu harus dipelihara dalam pembentukan hukum dan pengadilan. Maka seorang mujtahid diharuskan untuk memeliharanya ketika ia menetapkan hukum, begitu juga dengan Qaddhi (hakim). Dan diantara para ulama ada yang berkata “adat adalah syari’at yang dikukuhkan sebagai hukum, begitu juga dengan ‘urf menurut syara’ mendapat pengakuan hukum.
Hukum ‘urf fasid.
            
 Adapun ‘urf yang rusak, tidak diharuskan untuk memeliharanya karena mememliharanya itu berarti menentang dalil syara’ atau membatalkan dalil syara’.
C.     
PANDANGAN ULAMA

Secara umum ‘urfatau adat itu di amalkan oleh semua ulama fiqh terutama dikalangan ulama mazhab hanafiyah dan malikiyah. Ulama hanafiyah menggunakan istihsan dan berijtihad, dan salah satu bentuk is tihsan ituadalah istihsan Al-‘urf (istihsan yang menyandar pada ‘urf.) Oleh ulama hanafiyah ‘urf itu di dahulukan atas qiyas kahfi dan juga didahulukan atas nash yang umum, dalam arti, ‘urf itu mentakhsis umum nash.

Ulama malikiyah menjadikan ‘urf atau tradisi yang hidup dikalangan ahli madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum dan mendahulukannya dari hadis ahad. Sedangkan ulama syafi’iyah banyak menggunakan ‘urf dalam hal-hal tidak menemukan ketentuan batasnya dalam syara’ maupun dalam penggunaan bahasa.

Contoh:
Adanya qaul qadim (pendapat lama) imam syafi’i di iraq, dan qaul jadid (pendapat baru) nya di mesir, menunjukan diperhatikannya ‘urf dalam istinbath hukum dikalangan syafi’iyah.
D.  

  Syarat-syarat ‘urf untuk dijadikan sebagai landasan hukum.
1.      Adat atau ‘urf bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat.

Contoh:
Tentang kebiasaan istri yang ditinggal mati suaminya dibakar hidup-hidup bersama pembakaran jenazah suaminya.
2.   
   Adat atau ‘urf berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang berada dalam lingkungan adat itu atau dikalangan sebagian besar warganya.

Contoh:
Ada seorang yang menyuruh seorang makelar untuk menawarkan tanahnya pada pembeli, dan ;urf yang berlaku di daerah tersebut bahwa jikalau tanah tersebut laku maka makelar tersebut mendapatkan 2% dari harga tanah yang ditanggung berdua penjual dan pembeli.Adat atau ‘urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku_) pada saat itu, bukan ‘urf yang muncul kemudian. Dalam hal ini berarti ‘urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum.

Contoh:
Kata lahmi  artinya adalah daging” baik daging sapi, ikan atau lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar